Ketika mulai ingin menuliskan sesuatu, yang terbayang adalah apa yang akan ditulis. Hal ini berarti sebuah topik atau tema dari tulisan tersebut, namun bila Kalian sering membaca-baca sebuah tulisan. Dimanapun dan kapanpun itu... mungkin kalian akan menemukan sebuah tulisan yang dapat membuat emosi diri kalian ikut terpancing, seperti sedih, marah, senang.. atau apapun bentuk emosi yang dipancarkan oleh si penulis pada tulisannya itu.
Terdapat juga dimana cerita hanya menjadi sebuah cerita tanpa adanya kekuatan yang mampu menggerakkan hati para pembacanya. Hal ini, berbeda dengan seni bercerita dimana pencerita menggunakan kemampuan berbicaranya dengan mengubah gaya, nada, serta intonasi suaranya dibantu dengan mimik wajah dan gerakan tubuh agar cerita menjadi lebih hidup. Mereka biasanya disebut sebagai story-teller, emosi yang mereka tularkan pada pendengar memiliki kemungkinan lebih besar untuk bisa disampaikan karena ia menggunakan 2 indera utama manusia yakni mata dan telinga.
Berbeda halnya dengan tulisan, tulisan tersebut statis, tak berubah-ubah... Hal yang tersampaikan pun bisa jadi berbeda karena memiliki kemungkinan untuk terjadinya ambiguitas yang tinggi. Dari kebanyakan hasil tulisan yang terkenal, selalu diketahui pada akhirnya, bahwa sang penulis menulis tulisannya dengan perasaan yang sangat amat kuat sehingga menjadikan pembacanya terbawa ke dalam dunianya.
Hal yang seperti ini tidaklah mudah untuk dilakukan, karena mood seseorang bisa berubah-ubah, dan sepertinya para profesional mampu mengatur moodnya tersebut. Karena apabila ia harus menunggu hingga ia memiliki situasi jiwa yang mendukung untuk tulisannya, maka akan membuatnya terhambat dalam penulisan karya berikutnya. Ini juga menjadi penyebab mengapa ada tulisan yang sangat bagus pada awalnya, ketika memasuki klimaks dan masuk ke dalam penyelesaian terasa tidak memuaskan.
Selain itu hal ini juga bisa disebabkan karena sang penulis yang menulis dengan terburu-buru lantaran dikejar tenggat waktu. Sebenarnya, hal yang sama sedang terjadi pada blog ini, banyak bahan yang ingin diangkat. ketika memikirkannya dan mendapatkan ide untuk menuliskannya, perasaan sangat meluap-luap. Sedangkan, waktu yang tidak mendukung memaksa untuk menunda tulisan tersebut, namun ketika waktu yang diinginkan telah tiba, perasaan meluap-luap itu sudah tidak muncul lagi. Sehingga, menjadi malas untuk melanjutkan tulisan.
Tidaklah mudah untuk mempertahankan jiwa yang kuat hingga sebuah tulisan berakhir dan terus terasa bagus dan tanpa celah, masalah di luar juga menjadi faktor penentu akan keadaan jiwa sang penulis. Dengan kata lain, analisa ini disampaikan dengan meraup tiga tujuan utama pencapaian tulisan ini, yakni, memberikan alasan karena terlalu lama diterbitkannya tulisan yang baru, kedua, menjadikannya sebuah pengetahuan akan sebuah gambaran dari seorang penulis dan tulisannya, dan ketiga, sebagai tulisan baru itu sendiri.
Demikianlah, dengan ini harapannya agar emosi yang tepat segera muncul ketika bahan dan waktu telah siap untuk digunakan, sehingga akan terlahir tulisan yang memuaskan hati penulis itu sendiri, apalagi pembacanya. Karena apabila penulis tidak puas terhadap tulisannya maka...
Terdapat juga dimana cerita hanya menjadi sebuah cerita tanpa adanya kekuatan yang mampu menggerakkan hati para pembacanya. Hal ini, berbeda dengan seni bercerita dimana pencerita menggunakan kemampuan berbicaranya dengan mengubah gaya, nada, serta intonasi suaranya dibantu dengan mimik wajah dan gerakan tubuh agar cerita menjadi lebih hidup. Mereka biasanya disebut sebagai story-teller, emosi yang mereka tularkan pada pendengar memiliki kemungkinan lebih besar untuk bisa disampaikan karena ia menggunakan 2 indera utama manusia yakni mata dan telinga.
![]() |
Takagi Akito - Bakuman |
Berbeda halnya dengan tulisan, tulisan tersebut statis, tak berubah-ubah... Hal yang tersampaikan pun bisa jadi berbeda karena memiliki kemungkinan untuk terjadinya ambiguitas yang tinggi. Dari kebanyakan hasil tulisan yang terkenal, selalu diketahui pada akhirnya, bahwa sang penulis menulis tulisannya dengan perasaan yang sangat amat kuat sehingga menjadikan pembacanya terbawa ke dalam dunianya.
Hal yang seperti ini tidaklah mudah untuk dilakukan, karena mood seseorang bisa berubah-ubah, dan sepertinya para profesional mampu mengatur moodnya tersebut. Karena apabila ia harus menunggu hingga ia memiliki situasi jiwa yang mendukung untuk tulisannya, maka akan membuatnya terhambat dalam penulisan karya berikutnya. Ini juga menjadi penyebab mengapa ada tulisan yang sangat bagus pada awalnya, ketika memasuki klimaks dan masuk ke dalam penyelesaian terasa tidak memuaskan.
Selain itu hal ini juga bisa disebabkan karena sang penulis yang menulis dengan terburu-buru lantaran dikejar tenggat waktu. Sebenarnya, hal yang sama sedang terjadi pada blog ini, banyak bahan yang ingin diangkat. ketika memikirkannya dan mendapatkan ide untuk menuliskannya, perasaan sangat meluap-luap. Sedangkan, waktu yang tidak mendukung memaksa untuk menunda tulisan tersebut, namun ketika waktu yang diinginkan telah tiba, perasaan meluap-luap itu sudah tidak muncul lagi. Sehingga, menjadi malas untuk melanjutkan tulisan.
Tidaklah mudah untuk mempertahankan jiwa yang kuat hingga sebuah tulisan berakhir dan terus terasa bagus dan tanpa celah, masalah di luar juga menjadi faktor penentu akan keadaan jiwa sang penulis. Dengan kata lain, analisa ini disampaikan dengan meraup tiga tujuan utama pencapaian tulisan ini, yakni, memberikan alasan karena terlalu lama diterbitkannya tulisan yang baru, kedua, menjadikannya sebuah pengetahuan akan sebuah gambaran dari seorang penulis dan tulisannya, dan ketiga, sebagai tulisan baru itu sendiri.
Demikianlah, dengan ini harapannya agar emosi yang tepat segera muncul ketika bahan dan waktu telah siap untuk digunakan, sehingga akan terlahir tulisan yang memuaskan hati penulis itu sendiri, apalagi pembacanya. Karena apabila penulis tidak puas terhadap tulisannya maka...
1 Komentar
pada dasarnya untuk menjadi penulis yg baik bukan hanya dari segi kontrol emosi namun juga dari kontrol keinginan yg dalam hal ini adalah keinginan untuk menulis. ketika keinginan untuk menulis itu meluap dan disaat yg bersamaan emosi sedang tidak stabil maka tulisan akan menjadi kacau--berantakan. selain itu sebenarnya bisa loh menulis dengan emosi yg tidak sejalan dengan cerita. tapi tentu akan sulit karena tetap harus mempertahankan gaya bahasa dan agar tidak keluar dari plot yg sudah ditentukan sejak awal. namun hal itu dapat diatasi dengan cara mengalahkan emosi yg menyimpang tersebut dan atau tetap menulis namun mengambil hal lain yg sesuai dengan emosi sang penulis namun tetap berhubungan dengan topik. dalam hal ini mungkin seperti pada penulis Naruto, ketika disebuah chapter Tobi yang menguak dirinya yg sebenarnya adalah Obito. tentu pembaca akan terkejut dan merespon "Hah? Ko bisa?" dengan antusias padahal menurut penulisnya sendiri, pada saat itu ia tengah mabuk dimana pada saat itu emosinya tak stabil namun ia dapat mengambil hal lain yg agak keluar dari topik namun tetap menarik antusias para pembaca.
BalasHapusSampaikan pendapat dan pemikiranmu...