ads-header

header ads
header ads

Kebaikan yang Tak Tercatat: Ketika Perbuatan Baikmu yang tanpa pamrih justru Memperburuk Kehidupanmu

Apakah kau pernah merasa…
Kau melakukan kebaikan, tapi tidak seorang pun tahu?
Bukan karena mereka buta… tapi karena kau memang tidak ingin mereka tahu.

Mungkin kau terinspirasi superhero favoritmu—yang menyelamatkan banyak nyawa tanpa meminta tepuk tangan, tanpa memamerkan apa yang dibalik topengnya.
Atau mungkin, sedari kecil, kau telah ditanamkan sebuah pola: lakukan kebaikan tanpa pamrih.
Bukan untuk validasi. Bukan untuk pujian.
Hanya karena… itu terasa benar.

Kau ingat, saat kecil, ketika pertama kali menolong seseorang?
Senyum yang kau lihat di wajahnya… hangat, tulus, membekas.
Dan entah bagaimana, itu membuatmu ketagihan.

Lalu kau mulai menolong lagi… dan lagi…
Bukan untuk diingat, bukan untuk dicatat, tapi karena ada sesuatu yang membahagiakan saat melihat hidup orang lain jadi sedikit lebih ringan karena uluran tanganmu.

Kau tumbuh… dan kehidupan memberi imbalan dengan cara yang tak selalu bisa dijelaskan.
Kesempatan datang dari arah yang tak terduga, keberuntungan menyelip di momen yang tepat.
Kau tak pernah memintanya, tapi entah bagaimana, seolah semesta membalasnya.


Sampai suatu hari… roda itu berputar.

Kau tidak lagi selalu berada di atas.
Masalah datang. Tantangan menggempur.
Dan nalurimu masih sama: menghadapi semuanya dengan kebaikan.

Tapi inilah yang jarang diceritakan:
Semakin luas lingkaran sosialmu… semakin banyak orang yang akan memanfaatkanmu.
Mereka tahu kau tidak suka pamer kebaikan.
Mereka tahu kau tidak akan mengungkit apa yang telah kau lakukan.
Dan di situlah… kau jadi sasaran empuk.

Mereka bisa pura-pura tidak tahu semua yang pernah kau korbankan.
Mereka bisa menutup mata dari kebaikanmu.
Dan yang lebih parah—ketika suatu kesalahan kecilmu muncul ke permukaan—itu menjadi panggung sempurna untuk mereka menyerang.

Lucunya, mereka akan melupakan seluruh sejarah panjang pengorbananmu…
Mungkin bukan lupa—mungkin mereka memang sengaja menghapusnya dari ingatan.
Karena mengakui kebaikanmu berarti mengurangi kesenangan mereka dalam menjatuhkanmu.

Dan karena kau orang yang jujur…
Kau mengakui kesalahanmu.
Kau tidak bersembunyi.
Tapi itu malah menjadi amunisi untuk mereka yang ingin melihatmu jatuh.

Lalu, di titik itu, kau mulai bertanya-tanya…
Apakah selama ini kau terlalu diam?
Apakah kebaikan yang tidak diceritakan justru menjadi kebaikan yang mudah dihapus dari sejarah?
Atau… apakah justru diam itu yang membuatmu berbeda dari mereka?

Pada akhirnya, kau akan sampai di persimpangan:
Tetap menjadi bayangan yang menolong dari jauh, atau mulai bicara… mulai menunjukkan siapa dirimu, agar setidaknya, ketika badai datang, ada yang berdiri di sisimu.

Tapi…
Kalau kau mulai bicara, apakah itu masih disebut kebaikan tanpa pamrih?
Atau hanya ego yang ingin diakui?

Aku tidak akan memberi jawabannya.
Karena mungkin jawabannya berbeda untuk setiap orang.
Yang jelas… dunia tidak selalu mengingat yang baik, tapi akan mengabadikan yang buruk.
Dan itu… adalah kenyataan pahit yang harus kita terima.

Bagaimana menurutmu?
Apakah kebaikan yang tidak terlihat itu tetap layak dipertahankan… atau kita memang perlu membiarkan dunia tahu, agar mereka tidak seenaknya melupakan?
Tulis pandanganmu. Aku ingin tahu apa yang ada di kepalamu.

Posting Komentar

0 Komentar