Dalam tulisan ini aku mengungkapkan sebuah konsep cara pandang mengenai menjadi orang lain demi mendapatkan seseorang, atau mungkin mempertahankan apa yang telah didapat dan dimiliki.
Sebagai contoh, ada kalanya kau mencoba menjadi seseorang yang baik hati, naif, karena kau memang terbiasa seperti itu. Namun, kebaikan hatimu tidak bisa membuat seseorang yang kau kagumi bisa mengerti dan menerimanya.
Bahkan terkadang, mungkin kau akan benar-benar menyadari bahwa kebaikan itu tidak cukup untuk membuatmu mendapatkan pengakuan darinya.
Padahal, kebaikan itu kau lakukan untuk tidak menyakiti hatinya, tetapi sesungguhnya, bagi ia, semua itu nampaknya membosankan, baginya, kau nampak naif dan cupu.
Setidaknya, itu adalah apa yang mungkin pernah kau alami, saat kau pernah berusaha, berupaya, seakan itu adalah pilihan terbaik yang bisa kau lakukan, kau utamakan.
Ada seseorang kawan yang pernah menyampaikan, bahwa apabila ingin menjadi sosok yang baik hati, maka, benar-benar baik hati yang tidak setengah-setengah.
Tidak mudah untuk bisa konsisten dan bertahan pada perasaan yang mengganggu, terlebih ketika masih ada pengganggu di luar sana.
Dimana hal itu membuatmu semakin sulit, karena apa yang kau lakukan nampaknya tidak pernah benar-benar memberikan kepuasan pada dirinya.
Atau bahkan mungkin, sama sekali tidak membuahkan hasil yang maksimal.
Apakah karena kau tidak benar-benar berusaha? karena sebenarnya tidak ada kesungguhan dari dalam hatimu terhadap apa yang kau perbuat untuknya? Sehingga kau tidak mau repot-repot menyiapkan segalanya?
Apakah karena ketenangan itu tidak pernah ada dalam dirimu, karena kau selalu berusaha dan berusaha namun tetap dalam ketakutan bahwa semua yang kau upayakan akan gagal?
Kau sudah berusaha dengan sangat kuat untuk menekan egomu dan berusaha semaksimal mungkin melakukan yang kau pikir merupakan apa yang diinginkannya?
Padahal sejatinya dirimu sendiri saat itu tidak nyaman dengan dirimu sendiri?
Hal yang kupelajari adalah tidak mungkin kau bisa membahagiakan seseorang apabila kau sendiri belum merasakan kebahagiaan itu.
Termasuk mengenai kenyamanan, mana mungkin kau bisa membuat orang lain merasa nyaman apabila dirimu sendiri tidak bisa merasakan kenyamanan itu?
Memang yang terbaik adalah dengan mengungkap dan menunjukkan sejatinya dirimu seperti apa, baru kemudian dari situ kau bisa mencari perbaikan sesuai dengan apa yang diinginkan olehnya.
Setidaknya, kau tidak akan merasakan beban di hati yang lebih berat dibandingkan menjadi orang lain yang bahkan kau sendiri tidak nyaman ketika menjadi sosok yang seperti itu.
Tetapi dari pengalaman yang telah dilalui, kurasa, sebuah pengetahuan aja tidaklah cukup untuk menjadikanmu ahli dalam memahami dan mengontrol emosi dalam dirimu.
Tentu saja diperlukan sebuah pengalaman yang menunjang dan memperkuat apa yang telah kau pelajari sehingga kau semakin memahami apa yang sudah kau pelajari sebelumnya.
Karena selalu ada jenis pengalaman yang tidak bisa dipahami sebelum kau mengalaminya sendiri.
Daripada menghakimi dan menerka bagaimana, memang sebaiknya kita langsung terjun dalam permasalahan tersebut dan mencobanya sendiri.
Ceritakan kisahmu kawan, sampaikan pendapat dan cara pandangmu tentang kehidupan, kau dapat menuliskannya di kolom komentar di bawah.
Atau bila kau ingin, kau bisa menjadi bagian dari situs ini dengan cara mengirimkan cerita/naskahmu ke Kirim Kisahku.
0 Komentar
Sampaikan pendapat dan pemikiranmu...